Hak Diabaikan, Hakim Mengadu ke DPR
Perwakilan organisasi Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) menyampaikan aspirasi belum dipenuhinya hak konstitusional mereka sebagaimana telah diatur dalam undang-undang. Kondisi ini dinilai dapat menggangu bahkan membahayakan hakim dalam memutuskan satu perkara di pengadilan.
“Dalam UU no.48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman kemudian tiga undang-undang lainnya, UU Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan TUN dijelaskan Hakim adalah pejabat negara dan hak-haknya diatur dalam ketentuan perundang-undangan. Tapi tiga tahun sejak ditetapkan hak-hak kami belum dipenuhi negara,” jelas Yuri Adriansyah, juru bicara Ikahi dalam RDPU dengan Komisi III di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (10/4/12).
Yuri yang juga Hakim Pengadilan Negeri Parigi, Sulawesi Tengah memaparkan banyak juru adil yang bertugas di daerah mengontrak rumah seadanya dengan biaya sendiri karena rumah dinas dengan standar keamanan bagi seorang hakim sampai saat ini tidak disediakan negara. Tidak jarang ketika menangani perkara pihak yang bersengketa tidak puas dengan putusan yang dibuat, dalam posisi ini ia mengaku hanya bisa pasrah. “Apa yang bisa kami lakukan. Jadi pilihannya, kami laksanakan tugas setelah itu pasang badan, kalau mau datang datanglah, nyawa ditangan Tuhan,” jelasnya.
Abdurrahman Rahim, Hakim Pengadilan Negeri Sambas, Kalbar, punya pengalaman terpaksa harus pindah dari kamar kos berukuran 3 x 4 yang ditempatinya setalah menyadari tetangga satu kosnya adalah pihak berperkara di pengadilan. Sebagai hakim dengan golongan kepangkatan 3B ia mengaku memperoleh gaji Rp. 2.200.000,-/bulan. Sejak tahun 2008 gaji hakim belum pernah naik, sedangkan tunjangan jabatan terakhir kali naik pada tahun 2001.
Kondisi nyata yang ada di pengadilan saat ini gaji hakim sudah lebih rendah dari pada panitera pengadilan dengan golongan sama yang sebagai PNS mendapat kenaikan gaji setiap tahun. “Kami datang ke Jakarta untuk menjaga integritas kami sebagai hakim, kami bukan mengemis, merengek-rengek minta gaji naik, tidak. Kami hanya minta hak-hak konstitusional yang sudah anggota DPR berikan melalui fungsi legislasi,” tandasnya.
Lebih jauh menurutnya perwakilan hakim dari seluruh Indonesia sudah menyampaikan permasalahan kepada Mahkamah Agung. “Bapak kami di MA menjelaskan sudah 1,5 tahun lalu menyurati Presiden lengkap dengan data dokumen, tapi Presiden tidak menanggapi.” Ia menyebut apabila aspirasi yang disampaikan kepada pihak-pihak terkait tidak mendapat perhatian, pilihan terakhir mogok bersidang terpaksa akan diambil.
Menanggapi hal ini anggota Komisi III dari FPKS Abu Bakar Al Habsy memberikan apresiasi kepada para hakim yang telah jauh-jauh datang ke DPR. Ia mengimbau agar hakim tetap berjuang dengan elegan. “Saya dukung perlu ditingkatkan kesejahteraan hakim tapi saya rasa tidak perlu mogok deh. Rasanya mogok untuk kalangan hakim kurang pas, cari cara lebih elegan untuk menjaga martabat sebagai wakil Tuhan di pengadilan,” himbaunya.
Hakim patut memberi contoh pada publik menyelesaikan permasalahan dengan mengedepankan hukum. Apabila pemerintah tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan ia mengusulkan melakukan gugatan class action yang jauh lebih baik dari pada upaya mogok. Ia juga menyampaikan DPR sudah menyetujui penambahan anggaran Mahkamah Agung sebesar Rp.405 miliar yang seharusnya dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan para hakim.
Pimpinan sidang Benny K. Harman membenarkan tambahan anggaran untuk Mahkamah Agung tersebut. “DPR sudah menyetujui tapi sampai saat ini kita masih menunggu rincian dari MA, usulannya apa. Jadi usulannya para hakim datang demo ke Mahkamah Agung minta secepatnya bawa usulan itu kesini. Jangan-jangan 400 miliar lebih itu tidak ada untuk kesejahteraan hakim,” imbuhnya.
Benny yang juga Ketua Komisi III ini mengaku dapat memahami tuntuan para hakim dan akan membantu memperjuangkannya dalam rapat konsultasi dengan Mahkamah Agung. “Kami bangga saudara sebagai hakim tetap tekun meskipun dibayar dengan gaji yang sangat kecil, kami pasti dukung termasuk dengan doa juga.” Ia meminta para hakim dalam putusannya tetap menjaga independensi sambil mengutip pesan bijak. “Hakim adil hakim disembah. Hakim lalim hakim disanggah,” demikian Benny. (iky)